KODE ETIK

KODE ETIK

MUKADIMAH

Kode Etik Perkumpulan adalah kumpulan etika Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya sebagai tanggung jawab professional yang disusun oleh Majelis Kode Etik dan harus ditaati oleh semua anggota

Kode Etik Perkumpulan Tenaga Ahli Pelestarian merupakan norma/ aturan tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku, dan etika Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya Indonesia dalam menjalankan tugas keahliannya.

Tenaga Ahli Pelestarian merupakan orang yang karena kompetensi keahlian khususnya dan/atau memiliki sertifikat di bidang perlindungan, pengembangan atau pemanfaatan Cagar Budaya, 

Kode Etik berpedoman sesuai dengan prinsip pelestarian cagar budaya yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Kode Etik Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya merupakan perangkat perkumpulan yang mengatur tentang prinsip-prinsip tugas dan ketentuan sanksi apabila melakukan tindakan pelanggaran dalam menjalankan tugas pelestarian cagar budaya .

Tenaga ahli pelestarian cagar budaya memegang peran penting dalam menjaga warisan budaya bangsa. Dalam melaksanakan tugas keprofesiannya, setiap anggota wajib menjunjung tinggi etika, integritas, dan tanggung jawab profesional demi keberlanjutan nilai budaya untuk generasi mendatang.

Berkenaan dengan  hal tersebut, maka dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, para Tenaga Ahli Pelestarian bersatu dalam wadah perkumpulan dengan yang mengatur kode etik praktek pelestari serta berpegang teguh pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

  1. Perkumpulan Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya Indonesia disingkat PTAP CBI
  2. Penggunaan bahasa Inggris dengan Association of Professional Historic Preservation of Indonesian Cultural Heritage
  3. Tenaga Ahli Pelestarian adalah orang yang karena kompetensi keahlian khususnya dan/atau memiliki sertifikat di bidang perlindungan, pengembangan atau pemanfaatan Cagar Budaya
  4. Praktek Pelestarian Cagar Budaya adalah penyelenggaraan kegiatan yang meliputi pelindungan, pengembangan dan pemanfaatannya
  5. Pelestarian Cagar Budaya adalah upaya dinamis untuk mempertahankan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan dan memanfaatkannya
  6. Kode Etik Perkumpulan adalah kumpulan etika Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya sebagai tanggung jawab professional yang disusun oleh Majelis Kode Etik dan harus ditaati oleh semua anggota
  7. Anggota professional adalah para tenaga ahli di bidang pelestarian dari semua bidang keilmuan yang mempunyai Sertifikat Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya
  8. Anggota kehormatan adalah perorangan yang bukan anggota professional yang karena jasa luar biasa, kepakaran, dedikasi atau kontribusi dalam bidang pelestarian cagar budaya
  9. Anggota korporasi adalah badan atau lembaga yang aktif dalam pelestarian cagar budaya dengan persetujuan pengurus.
  10. Profesionalism adalah menjalankan tugas berdasarkan keahlian, standar ilmiah, dan ketepatan metodologis.
  11. Integritas adalah menjunjung kejujuran, tidak menyalahgunakan wewenang, dan tidak terlibat dalam konflik kepentingan.
  12. Transparansi dan akuntabilitas adalah memberikan informasi secara jujur dan terbuka kepada publik dan pihak terkait, serta bertanggung jawab atas hasil kerja.
  13. Independensi adalah tidak terpengaruh oleh tekanan pihak luar dalam mengambil keputusan profesional.
  14. Keadilan dan Inklusivitas adalah menghargai keberagaman budaya, komunitas lokal, dan prinsip keadilan sosial dalam pelestarian.

BAB II

PRINSIP

Pasal 2

Tenaga Ahli Pelestarian dalam menjalankan tugas harus memiliki prinsip :

  1. Profesionalism;
  2. Integritas;
  3. Transparansi dan Akuntabilitas; 
  4. Independensi; dan         
  5. Keadilan dan Inklusivitas.

BAB III

ETIKA TENAGA AHLI PELESTARIAN CAGAR BUDAYA

Bagian Kesatu

Etika Profesional

Pasal 3

Setiap anggota Perkumpulan Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya Indonesia harus bertanggungjawab dalam menjalankan tugasnya;

  1. harus jujur dan bertanggung jawab dalam menyampaikan informasi hasil pekerjaannya kepada masyarakat, pemerintah, dan rekan sejawat;
  2. membuka diri terhadap keterlibatan berbagai bidang ilmu dan teknologi;
  3. melaksanakan pemanfaatan pelestarian Cagar Budaya untuk kepentingan agama, ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan, kebudayaan dan pariwisata dengan memperhatikan etika ilmiah dan etika profesi;
  4. bersikap jujur dalam merekam dan menyampaikan informasi hasil pekerjaannya;
  5. memaparkan secara jujur kualifikasi dan kemampuannya dalam melaksanakan pekerjaannya;
  6. menghargai dan menghormati hasil pekerjaan rekan sejawatnya;
  7. memiliki integritas untuk semua hal yang berhubungan dengan tindakan pelestarian, dan
  8. senantiasa memberi masukan yang benar kepada pemerintah dan pemerintah daerah.

Bagian Kedua

Etika kepada Masyarakat

Pasal 4

Setiap anggota Perkumpulan Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya Indonesia harus :

  1. berupaya memberikan rasa keadilan kepada masyarakat sekitarnya dari keuntungan materi dan non materi yang diperolehnya;
  2. memperhatikan hak-hak penyandang disabilitas dan berkebutuhan khusus untuk mendapat akses menikmati cagar budaya serta memahami maknanya;
  3. berusaha memenuhi hak-hak kelompok masyarakat di wilayah Indonesia secara adil dalam memperoleh dukungan mempertahankan simbol identitasnya;
  4. menghindari diskriminasi dalam melakukan pelayanan publik; dan mengedepankan keadilan untuk menghindari terjadinya konflik sosial,

Pasal 5

Setiap anggota Perkumpulan Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya Indonesia harus :

  1. mengutamakan kepentingan masa depan (transmit to next generation);
  2. menghormati nilai-nilai kebangsaan yang bersifat lokal maupun nasional;
  3. menyadari bahwa nilai sejarah dan tradisi yang terkandung di dalamnya memiliki arti penting bagi masyarakat pendukungnya;
  4. menggali dan mengembangkan kearifan lokal masyarakat untuk mendukung pelestarian Cagar Budaya;
  5. tidak mendasari kegiatannya untuk tujuan komersialisasi Cagar Budaya;
  6. mempertimbangkan partisipasi masyarakat untuk menumbuhkembangkan kesadaran memiliki dan melestarikan cagar budayanya; dan
  7. memperhatikan aspek pendidikan untuk meningkatkan partisipasi, pemahaman, dan kesadaran masyarakat melalui komunikasi yang tepat kepada kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan terhadap Cagar Budaya.

Pasal 6

  1. Setiap anggota Perkumpulan Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya Indonesia harus menghormati nilai agama dan kepercayaan masyarakat di sekitarnya;
  2. Setiap anggota Perkumpulan Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya Indonesia apabila melakukan dan memberikan pertimbangan kegiatan pemanfaatan Cagar Budaya bersifat keagamaan dan kepercayaan untuk kepentingan lain menghormati agama dan kepercayaan yang melatarbelakangi Cagar Budaya tersebut; dan
  3. Setiap anggota Perkumpulan Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya Indonesia apabila memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama harus didasarkan atas penghargaan pada semangat keragaman dan toleransi.

Pasal  7

Setiap anggota Perkumpulan Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya Indonesia harus :

  1. mempertimbangkan partisipasi masyarakat untuk menumbuhkembangkan kesadaran memiliki dan melestarikan cagar budayanya; dan
  2. memperhatikan aspek pelestarian untuk meningkatkan partisipasi, pemahaman, dan kesadaran masyarakat melalui komunikasi yang tepat kepada kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan terhadap Cagar Budaya.

Bagian Ketiga

Etika kepada Pemberi Tugas

Pasal 8

  1. Setiap anggota Perkumpulan Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya Indonesia apabila melakukan pekerjaan pelestarian Cagar Budaya untuk kepentingan pihak lain harus menghormati keterikatannya dengan hukum;
  2. Setiap anggota Perkumpulan Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya Indonesia harus :

q. menghormati hak cipta dan penghormatan pada tradisi;

b. memberikan solusi dan memberikan pelayanan terbaik; dan

c. bersikap profesional.

Bagian Keempat

Etika kepada Warisan Budaya

Pasal 9

Setiap anggota Perkumpulan Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya Indonesia harus :

  1. menghormati setiap perubahan nilai (value) dan fisik Cagar Budaya dari masa ke masa;
  2. berusaha mengembalikan Cagar Budaya ke kondisi semula (reversible);
  3. berupaya mengutamakan penanganan in situ;
  4. berusaha agar dapat menyajikan unsur-unsur fungsi asli Cagar Budaya, (e) menerapkan prinsip intervensi sekecil mungkin;
  5. mempertimbangkan dampak kerusakan sekecil mungkin;
  6. memiliki dasar alasan yang kuat terkait dengan konteksnya apabila melakukan pengangkatan, pemindahan atau penambahan, dan pengurangan Cagar Budaya;
  7. memperhatikan risiko penggunaan bahan dan teknik terbaik berdasarkan pengetahuan mutakhir dan berdampak minimal terhadap kerusakan Cagar Budaya;
  8. menganggap penting pekerjaan kajian dan berkonsultasi kepada pihak-pihak yang kompeten sebelum melakukan tindakan penanganan keutuhan Cagar Budaya;
  9. tidak boleh melakukan kompromi dalam kegiatan pelestarian Cagar Budaya yang melanggar prinsip pelestarian dan berisiko menimbulkan perubahan bentuk dan penurunan nilai;
  10. memberikan jaminan berlanjutnya pekerjaan pelestarian yang dilakukannya kepada pemilik, pengelola, dan/atau yang menguasai Cagar Budaya;
  11. mempertimbangkan kondisi kedaruratan sesuai peraturan perundang-undangan dan tradisi yang berlaku di masyarakat, dan
  12. berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan alam.

Pasal 10

  1. Setiap anggota Perkumpulan Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya Indonesia harus :

a. menghormati hak kepemilikan dan penguasaan Cagar Budaya; dan

b. menghormati kewenangan pengelolaan Cagar Budaya.

2. Setiap anggota Perkumpulan Tenaga Ahli Pelestarian Cagar Budaya Indonesia apabila mengetahui adanya warisan budaya bersifat kebendaan, Objek Diduga Cagar Budaya, dan Cagar Budaya yang diperoleh secara ilegal. memiliki kesadaran tinggi untuk memberitahukan kepada instansi yang berwenang.

BAB IV

PENEGAKAN ETIKA

Bagian Kesatu

Prosedur Penegakan Kode Etik

Pasal 11

Penegakan kode etika terhadap pelanggaran dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

  1. Pengaduan pelanggaran;
  2. Klarifikasi dan pengambilan keterangan;
  3. Sidang etik;
  4. Penjatuhan sanksi;
  5. Banding; dan
  6. Keputusan .

Pasal 12

1. Pengaduan pelanggaran etik yang dilakukan oleh anggota PTAPCBI dapat diajukan oleh:

  1. Anggota PTAP CBI
  2. Pengurus PTAP CBI
  3. Pemerintah atau Pemerintah Daerah
  4. Masyarakat

2. Pengaduan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Ketua Pengurus PTAP CBI dilengkapi berkas pelanggaran.

3. Berkas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan bukti :

  1. Laporan pengguna;
  2. Laporan masyarakat; atau
  3. Foto, video, tulisan.

Pasal 13

  1. Berdasarkan berkas pelanggaran Pengurus meneruskan pengaduan pelanggaran kepada Majelis Kode Etik.
  2. Berdasarkan pengaduan tersebut Majelis Kode Etik menindaklajuti pengaduan dengan melakukan pemeriksaan dokumen, klarifikasi, dan permintaan keterangan dari pelanggar.
  3. Hasil klarifikasi dan permintaan keterangan dituangkan dalam berita acara.

Pasal 14

  1. Berdasarkan hasil klarifikasi, keterangan dari pelanggar selanjutnya majelis Kode Etik melakukan sidang etik.
  2. Sidang etik dinyatakan sah apabila dihadiri oleh 5 (lima) anggota Majelis Kode Etik
  3. Sidang etik sebagaimana dimaksud ayat (2) menghasilkan keputusan :

a. . terjadi pelanggaran kode etik; atau

b, tidak terjadi penggaran kode etik.

4. Keputusan sidang etik dinyatakan sah apabila disetujui oleh 5 (lima) anggota Majelis Kode Etik

Pasal 15

  1. Keputusan hasil sidang etik selanjutnya dibuat Surat Keputusan adanya pelanggaran etik atau tidak adanya pelanggran etik,
  2. Keputusan Majelis Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Ketua Umum PTAP CBI untuk disampaikan kepada anggota yang bersangkutan.
  3. Selanjutnya Pengurus PTAP CBI menyampaikan tembusan Keputusan hasil sidang etik kepada seluruh anggota dalam bentuk surat edaran dan surat keterangan kepada pemerintah atau pemerintah daerah atau masyarakat yang melakukan pengaduan

Pasal 16

  1. Anggota PTAP CBI yang tidak menerima keputusan penjatuhan sanksi oleh Majelis Kode Etik dapat mengajukan keberatan/banding.
  2. Anggota yang dikenai sanksi berhak mengajukan banding dan mendapatkan kesempatan rehabilitasi sesuai mekanisme organisasi. (perlu dibuat bagan dan penjelasan mekanisme).
  3. Keberatan/banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada ketua PTAP CBI dengan alasan.

Pasal 16

  1. Berdasarkan pengajuan keberatan/banding dari anggota selanjutnya MKE melakukan sidang untuk mengambil keputusan.
  2. Keputusan MKE selanjutnya disampaikan kepada Ketua Umum Pengurusa PTAP CBI untuk diteruskan kepada pemohon.

Bagian Ketiga

Sanksi Etik

Pasal 17

Anggota PTAPCBI yang melakukan penggaran diberikan Sanksi etik berupa:

  1. Tingkat 1: Teguran Lisan
  2. Tingkat 2: Peringatan Tertulis
  3. Tingkat 3: Skorsing Keanggotaan
  4. Tingkat 4: Pencabutan Keanggotaan

Pasal 18

  1. Teguran lisan sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 huruf a diberikan dengan kriteria melanggar etik pada pasal kode etik pada tahap pertama
  2. Peringatan Tertulis sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 huruf b diberikan dengan kriteria tidak mematuhi keputusan sanksi teguran lisan pada tahap pertama.
  3. Skorsing keanggotaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 huruf c diberikan dengan kriteria anggota tidak menjalankan peringatan tertulis pada tahap kedua.
  4. Pencabutan Keanggotaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 huruf d diberikan dengan kriteria  tidak menjalankan skorsing keanggotaan pada tahap ketiga .

Pasal 19

Kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) ditentukan oleh Majelis Kode Etik.

BAB V

PENUTUP

Pasal 20

Dalam hal terdapat perkembangan dan kebutuhan, hal-hal yang belum diatur dalam Kode etik akan diperbaiki dan ditetapkan kemudian oleh Ketua Umum PTAPCBI.

Ditetapkan di Yogyakarta, 8 September 2025